Breaking News

Kamis, 15 Februari 2018

SEJARAH PASUKAN HIZBULLAH CIREBON

SEJARAH PASUKAN HIZBULLAH CIREBON

Pada tanggal 10 September 1943, ada sepuluh orang ulama yang mengusulkan kepada Komando Tertinggi Pemerintah Militer Jepang agar ada suatu korps sukarelawan muslim. Tahun depannya (Desember 1944) usulan tersebut disetujui. Sejak saat itu berdiri pasukan Hizbullah yang anggotanya dari kalangan pemuda santri di desa-desa.

Langkahnya yang pertama kali adalah mengadakan latihan kemiliteran yang dipimpin oleh tentara Jepang di Cibarusah, Bogor. Lamanya tiga bulan dari tanggal 28 Februari sampai dengan 20 Mei 1945. Ada 500 orang anggota Hizbullah yang ikut latihan, diantaranya tiga orang dari Cirebon yaitu Abdullah Abas, Hasyim dan seorang lagi dari Arjawinangun. Merekalah yang menjadi bibit dan pemimpin Hizbullah sesudah Proklamasi Kemerekaan tanggal 17 Agustus 1945.

Akan tetapi, tujuan Hizbullah yang sesungguhnya tercium oleh tentara Jepang. Yang tadinya dijanjikan akan diberi persenjataan setelah pelatihan jadi tidak terlaksana. Hizbullah dianggap bahaya oleh tentara Jepang. Begitu pula latihannya, yang tadinya akan diadakan beberapa kali jadinya hanya sekali-kalinya.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Hizbullah berdiri lagi. Yang menjadi dasarnya keinginan agar tidak dijajah lagi oleh bangsa asing. Suatu kemerdekaan yang sejati. Sarananya adalah partai politik yang pada waktu itu bermunculan berdasarkan Maklumat Wakil Presiden Nomer X tanggal 3 November 1945. Hizbullah berinduk ke Partai Masyumi yang dasar dan jiwanya Islam.

Pasukan Hizbullah pertamakali didirikan di Surabaya dipimpin oleh Busalik. Lalu di Sulawesi, Jawa Tengah (pimpinan Bakrin) dan Jawa Barat yang dipimpin oleh Agus Abdullah. Setiap wilayah membangun satu divisi pasukan Hizbullah.

Berdirinya Hizbullah di Cirebon dibidani oleh Kyai Abas yang memimpin Pesantren Buntet di Kecamatan Astana Japura. Oleh sebab itu, pasukan Hizbullah di daerah Cirebon oleh Belanda terkadang disebut tentara Kyai Abas. Di Kecamatan Astana Japura dikumpulkan pemuda dari tiap desa paling sedikit seorang. Hingga bisa dibangun pasukan Hizbullah satu batalyon. Yang terpilih menjadi Komandan Batalyon (Danyon) yaitu Kyai Hasyim Anwar.

Memang pesantren menjadi sumber anggota pasukan Hizbullah, terutama dari pesantren-pesantren Buntet, Gedongan, Babakan Ciwaringin, Parerante, Arjawinangun, Babakan, Segeran, Kaplongan.

Di wilayah Cirebon bisa dibangun 3 batalyon pasukan Hizbullah, yaitu Yon 4, Yon 5 dan Yon 6. Abdullah Abas diangkat sebagai Kepala Staffnya dengan pangkat Letnan Kolonel. Yon 4 dipimpin oleh Danu dengan markasnya di Indramayu. Sedangkan Yon 5 dipimpin oleh Abdullah Abas dengan markasnya di Mundu. Yon 5 dipimpin oleh Sumarjo dan markasnya di Arjawinangun.

Dalam aksi militernya yang pertama (21 Juli 1947), serdadu Belanda masuk ke Cirebon. Karena pertimbangan memusatkan kekuatan untuk menghadapi musuh, pasukan Hizbullah Cirebon dijadikan 2 batalyon saja. Yaitu Yon 4 yang nantinya dinamakan Yon Singalodra yang dipimpin oleh Danu dan Akhmad dengan anggotanya kebanyakan dari Indramayu dan Majalengka. Kemudian Yon gabungan, yaitu Yon 5 dan Yon 6 yang selanjutnya dinamakan Yon Walangsungsang yang dipimpin oleh Rahmat Hasyim.

Disamping pasukan Hizbullah, ada juga pasukan Sabilillah dan pasukan Asbal. Anggota pasukan Sabilillah adalah para sesepuh. Fungsinya juga bukan untuk ikut berperang tapi membangkitkan semangat perang dan mendo'akan keselamatan pasukan Hizbullah. Pasukan Sabilillah juga mendapat julukan "Pasukan Tasbeh" sebab senjata yang utamanya adalah tasbeh. Pasukan Sabilillah Cirebon dipimpin oleh Kyai Murtado, Kyai Ali, Kyai Kholid, dan Kyai Nur. Semboyan pasukan Hizbullah juga dibikin oleh pasukan Sabilillah yaitu "HIDUP MERDEKA, MATI ke SURGA". Dengan semboyan seperti itu, anggota pasukan Hizbullah sangat berani maju ke medan perang dan tidak takut mati dalam peperangan.

Anggota pasukan Asbal adalah anak laki-laki yang berumur 10 tahun ke bawah. Sesudah dilatih dasar-dasar kemiliteran, mereka diamanatkan untuk menjaga kampungnya masing-masing, barangkali ada musuh yang berkeliaran. Jika terlihat ada musuh (serdadu Belanda) akan datang, para anggota pasukan Asbal segera laporan ke pasukan Hizbullah dan memberitahu masyarakat agar bersiap siaga menghadapinya.

Bekal sehari-hari pasukan Hizbullah kebanyakan dari bantuan rakyat, tapi bantuan dari pemerintah daerah juga ada, terutama pada saat Cirebon dipimpin oleh residen Hamzah dan bupati Sidik. Bantuan logistik yang utamanya adalah hasil tani seperti padi, beras, bawang dan waluh kalau sedang musimnya. Bantuan dikumpulkan terlebih dahulu di Dapur Umum, baru dibagikan ke tempat-tempat pos pasukan berupa makanan yang sudah dimasak atau berupa bahan mentah.

Sedangkan baju dan senjata seperti bedil diperoleh secara bertahap karena hasil rampasan dari serdadu Belanda. Sempat juga mendapat bantuan dari tentara kita (TKR) dan membeli baju dari Tegal. Hasil rampasan dari serdadu Belanda pernah berupa pakaian satu truk dan dari serdadu Gurkha (muslim) Muhammadin diberi 12 pucuk bedil. Dengan demikian baju dan senjata pasukan Hizbullah beraneka macam dan tidak seragam.

Karena sering kali terjadi bentrok dengan pasukan musuh setelah serdadu Belanda bergerak ke Cirebon dalam aksi militer yang pertama, maka sejak itu markas pasukan Hizbullah tidak menetap di satu tempat tapi berpindah-pindah sesuai dengan strategi perang gerilya. Agar kekuatan Hizbullah tidak bertumpuk di satu tempat sedangkan di tempat lain kosong, daerah kekuasaannya dibagi-bagi. Pasukan Yon Walangsungsang membawahi daerah sebelah utara jalan raya Bandung - Cirebon sampai ke perbatasan daerah Sumedang. Yon Wiralodra menguasai daerah Cirebon sebelah utara dan Indramayu. Sedangkan daerah sebelah selatan jalan raya Cirebon - Bandung sampai Kuningan ada dalam kekuasaan TNI pimpinan Mahmud Pasha. Selain daripada itu, pasukan Hizbullah menyusun daerah pertahanan di beberapa tempat, diantaranya di Plered (Cirebon Barat) dan Maneungteung (Cirebon Tenggara).

Perang berkecamuk antara pasukan Hizbullah dan serdadu Belanda sudah tak terhitung banyaknya. Bahkan hampir tiap hari terjadi pertempuran. Sempat juga perang tiga kali sehari. Suatu saat anggota pasukan Hizbullah yang mati syahid ada 18 orang. Dalam waktu yang lain yang mati syahid mencapai 37 orang. Ada kalanya pasukan Hizbullah yang menyerbu terlebih dahulu ke tempat pertahanan atau markas Belanda, diantaranya di Sindanglaut, Arjawinangun, Jatibarang, Karang Ampel, Cirebon Utara. Ada kalanya juga serdadu Belanda yang menyerang terlebih dahulu ke pasukan Hizbullah seperti di Maneungteung, Kalimati, Segeran (Indramayu). Perang yang terhitung dahsyat diantaranya di Kalimati, Ujung Semi, Segeran, Astana Japura, Sindanglaut dan Maneungteung.

Perang yang berkecamuk di Maneungteung umpamanya, dimulai oleh serangan serdadu Belanda lebih dahulu. Maneungteung tepatnya di perbatasan Cirebon - Kuningan di tepi sungai Cisanggarung dan dilewati oleh jalan raya Ciledug - Kuningan yang menanjak. Pasukan TNI dan Hizbullah meladeni serangan tersebut sehingga terjadi perang yang sangat seru. Korbannya terhitung banyak, baik itu korban Syahid maupun luka parah, baik dari pihak musuh maupun dari pihak kita. Ada beberapa orang anggota pasukan Hizbullah yang gugur dan 4 orang luka parah yaitu Zaeni Dahlan, Soleh, Anas dan Rahmat Hamim. Dari pasukan TNI ada satu orang yang luka parah yaitu Mawardi.

Pada saat terjadinya perundingan Linggajati pun ada sekompi pasukan Hizbullah yang ikut menjaga keamanan di daerah Lingga Jati (Kuningan) sebagai tempat pertemuan utusan Indonesia yang dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir dan utusan Belanda yang dipimpin oleh Prof. Schermerhorn untuk menyelesaikan persengketaan.

Karena kebijakan pemerintah Republik Indonesia, laskar-laskar perjuangan, termasuk Hizbullah diintegrasikan ke Tentara Nasional Indonesia (TNI). Ada 2 batalyon Hizbullah Cirebon yang bergabung ke Resimen Tentara Perjuangan (RTP) yang seterusnya sebagian menjadi tentara bergabung dengan pasukan TNI pimpinan Mahmud Pasha. Sebagian lagi kembali menjadi rakyat sipil (1948). Sejak itu, Hizbullah Cirebon tidak ada lagi.

Demikian sekelumit riwayat singkat Babad a Diatas , Wallohu a`lam bishshowab .

Jika anda mengetahui info lebih atau ada kesalahan penulis tentang ini silahkan komen.
.
.
Dari kisah sejarah ini semoga menjadikan kita mengenal menghormati akan jasa-jasa para leluhur kita dan bisa mendoakan beliau , aamiin..
Read more ...

Jumat, 09 Februari 2018

Isra' mi'raj dan bacaan attahiyat

BACAAN ATTAHIYYAT, DIALOG RASULULLAH SAW DENGAN ALLAH SWT
.
ANDAI kita mengetahui bahwa sebagian dari bacaan shalat itu adalah dialog antara RASULULLAH SAW dengan ALLAH AZZA WAJALLA tentu kita tidak akan terburu-buru melakukannya...
ALLAHU AKBAR ternyata bacaan shalat itu dapat membuat kita seperti berada di syurga...
Mari kita camkan dan renungkan kisah berikut ini, tentu akan berlinang air mata kita, masya Allah...
Singkat cerita, pada malam itu Jibril AS mengantarkan Rasulullah SAW naik ke Sidratul Muntaha. Namun karena Jibril AS tidak diperkenankan untuk mencapai Sidratul Muntaha, maka Jibril AS pun mengatakan kepada Rasulullah SAW untuk melanjutkan perjalanannya sendiri tanpa dirinya...
.
Rasulullah SAW melanjutkan perjalanan perlahan sambil terkagum-kagum melihat indahnya istana ALLAH SWT hingga tiba di Arsy...
Setelah sekian lama menjadi seorang Rasul, inilah pertama kalinya Muhammad SAW berhadapan dan berbincang secara langsung dengan ALLAH Azza wa Jalla...
Bayangkanlah betapa indah dan luar biasa dahsyatnya moment ini, Masya Allah..
.
PERCAKAPAN antara Muhammad Rasulullah SAW dengan ALLAH Subhanahu Wata'ala :

1. Rasulullah SAW pun mendekat dan memberi salam penghormatan kepada ALLAH SWT :
ATTAHIYYAATUL MUBAARAKAATUSH SHALAWATUTH THAYYIBAATU LILLAAH...
(Semua ucapan penghormatan, pengagungan dan pujian hanyalah milik ALLAH).

2. Kemudian Allah SWT menjawab sapaannya :
ASSALAAMU ‘ALAIKA AYYUHAN NABIYYU WARAHMATULLAAHI WABARAKAATUH .
(Segala pemeliharaan dan pertolongan ALLAH untukmu wahai Nabi, begitu pula rahmat ALLAH dan segala karunia-Nya).

3. Mendapatkan jawaban seperti ini, Rasulullah SAW tidak merasa jumawa atau berbesar diri, justru beliau tidak lupa dengan umatnya, ini yang membuat kita sangat terharu.
Beliau menjawab dengan ucapan :
ASSALAAMU ‘ALAINAA WA ‘ALAA ‘IBADADILLAAHISH SHAALIHIIN.
(Semoga perlindungan dan pemeliharaan diberikan kpd kami dan semua hamba ALLAH yg shalih).
Bacalah percakapan mulia itu sekali lagi, itu adalah percakapan Sang Khaliq dan hamba-NYA, Sang Pencipta dan ciptaan-NYA dan beliau saling menghormati satu sama lain, menghargai satu sama lain dan lihat betapa Rasulullah SAW mencintai kita umatnya, bahkan beliau tidak lupa dengan kita ketika beliau dihadapan ALLAH SWT...

4. Melihat peristiwa ini, para malaikat yang menyaksikan dari luar Sidratul Muntaha tergetar dan terkagum-kagum betapa Rahman dan Rahimnya ALLAH SWT, betapa mulianya Muhammad SAW...
Kemudian para malaikat pun mengucap dengan penuh keyakinan :
ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAAH. WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASUULULLAAH.
(Kami bersaksi bahwa tiada Tuhan selain ALLAH dan kami bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan Rasul Allah).
.
Jadilah rangkaian percakapan dalam peristiwa ini menjadi suatu bacaan dalam SHALAT yaitu pada posisi TAHIYAT Awal dan Akhir, yang kita ikuti dengan shalawat kepada Nabi sebagai sanjungan seorang individu yang menyayangi umatnya.
MUNGKIN sebelumnya kita tidak terpikirkan arti dan makna kalimat dalam bacaan ini.
Semoga dengan penjelasan singkat ini kita dapat lebih meresapi makna shalat kita. Sehingga kita dapat merasakan getaran yg dirasakan oleh para malaikat disaat peristiwa itu...
Semoga bermanfaat untuk menambah kekhusu'an shalat kita. Aamiin Yaa Robbal Aalamiin.
.
PESAN : JANGAN PERNAH TINGGALKAN SHALAT KARENA DI DALAM KUBUR BANYAK JUTAAN MANUSIA YANG MINTA DIHIDUPKAN KEMBALI HANYA UNTUK BERIBADAH KEPADA ALLAH SWT
SESIBUK APAPUN KITA JANGAN PERNAH TINGGALKAN SHALAT
Sumber: Kitab Qissotul Mi'raj.
.

Read more ...

Selasa, 14 November 2017

penemuan (E-) orang cirebon

Jauh sebelum orang IT menemukan kata seperti e-learning, e-banking, e-book, e-health, e-commerce, e-mail, etc, orang Indonesia adalah penemu asal kata2 yg diawali huruf "e". Berikut kata diawali "e" tersebut:

1. *e-mbuh*: disconected from communication due to the inability to figure out something.
2. *e-ndasmu*: high amplitude anger, full of energy transfered orally to others.
3. *e-alah:* a status quo created due to the incompatibility between the principles held by somebody and the reality.
4. *e-ntut*: an invisible, untraceable attack send to an area by biologically naturally created gas. This gas is not eco friendly. 😀
5. *e-dan:* a systemic error at the CPU (central processing unit) embedded inside the head, which causes incapabilities to process data logically.
6. *e-nak:* a conclusion sent out from a sensory system after processing easy, yummy data and or an input.
7. *e-link:* mechanism of the brain retrieving past data.
8. *e-lok:* the look of your partner 15 years ago.
9. *e-nom*: your look 25 years ago.
10. *e-NDANG* : your classmate
11. *e-mber* : agree to something that your friend said
12. *e-mper* : a space for you to sell anything for free during Car Free Day
13. *e-yke* : banci calling himself
14. *e-yang* : most wanted person on lebaran day
15. *e-lu* : how to call your friend
16. *e-gepe* : whatever you say laaaahhh.      
17. *e-ladalah* : surprised expression regarding something funny
18. *e-suk* : when the sun  rises
19. *e-ntek* : no more or finished
20. *e-neg*: when you're feeling sick of someone else
21. *e-iiit;* avoid something (😄😂😁)
Sebenere sih isune get beli ngerti
Soale dipai weru guru
Read more ...

Senin, 16 Januari 2017

Sejarah celancang-purwawinangun

Kira-kira 3 km di sebelah utara pengguron Agama Islam Puser Bhumi Setana Gunung Jati terdapat Pasar Celancang yang padat dengan para pedagang dan pembeli dari bebereapa desa yang berada di wilayah kecematan Kapetakan, Kecamatan Cirebon Utara dan Kecamatan Weru. Dilewati jalur jalan raya Cirebon – Indramayu dan angkutan pedesaan Celancang – Plered.

Sebelum adanya pasar Celancang, di lokasi balai Desa Purwawinangun dulu ada pasar yang dikenal dengan sebutan Pasar Gentong. Karena disitu letak persinggahan para penjual “getak” dengan cara dipikul dari jamblang yang diantaranya barang-barang tersebut adalah gentong, anglo, celengan semar-semaran, padasan dan sebagainya, untuk dijajakan ke daerah lain.Kemudian karena terlalu padatnya dengan para pedagang dan sebelah selatan yang sekarang dikelan dengan sebutan Pasar Celancang.

Nama Celancang itu sendiri berasal dari kata “nyancang” atau tempat menambatkan perahu di Bengawan Celancang. Keterangan ini diperkuat dengan catatan peristiwa sejarah yang terjadi sekitar tahun 1415 Masehi. Saat itu telah berlabuh lebih dari seratus perahu besar dari Cina dibawah pimpinan Laksamana Cheng Hwa atau Te Ho dengan membawa sekitar 27.800 orang prajurit. Yang bermaksud membeli perbekalan yang sudah habis, seperti air dan berbagai bahan makanan sebagai bekal di perjalanan ke kerajaan Majapahit di jawa Timur. Mereka diperintahkan oleh maharaja Cina yang bergelar Yu Wang Lo ataut disebut namanya Cheng Tu dari Dinasti Ming. Kedatangan bala tentara Cina itu dikawal oleh bebereapa orang perwira dari Sumatra, yang diperintah oleh Sang Aditya Warman seorang ratu yang sejajar dengan kerajaan Majapahit.

Ratu Singapura sebagai Mangkubumi Kerajaan Sunda bernama Kyai Geng Jumjan Jati atau Kyai Geng Tapa yang merangkap pula sebagai juru labuhan atau Syah Bandar Muhara Jati. Menyambut kedatangan mereka dengan senang hati. Sang Laksamana Cheng Hwa atau Te Ho memerintahkan kepada Khung Way Ping disertai beberapa prajurit lainnya agar membuat menara laut tepanya di sebelah timur Gunung Jati. Bahwa dibuatnya menara laut agar dapat diketahui dari lautan adanya pelabuhan. Pembuatan menara laut oleh bala tentara Cina, memaksakan mereka harus tinggal semalam tujuh hari tujuh malam. Selama itu seluruh bala tentara Cina yang datang mendapat penghormatan dari Ki Juru Labuhan dengan memberikan makan dan minum, yang masih tinggal di dalam kapal juga tidak dilewatkannya. Ketika itu Maharaja Sunda telah lama bersahabat dengan Maharaja Cina. Setelah selesai pembuatan menara laut, Ki Juru Labuhan menggantinya dengan garam, terasi, beras tuton, sayur mayor dan kayu jati. Menara laut tersebut dinamai Menara Te Ho (Pangeran Arya Carbon, 1720 M, Purwaka Caruban Nagari).

Desa Perwawinangun termasuk wilayah Kecematan Kapetakan Paling selatan semula terdiri dari tiga desa yang digabungkan, yaitu Desa Kecitran, Desa Muara dan Desa Pabean diperkirakan antara tahun 1930 sampai tahun 1940. Adapun Kuwu dari ketiga desa tersebut adalah Kuwu Hamzah di Desa Kecitran, Kuwu Siwan dan Kuwu Carman di Desa Muara, Kuwu Punuk dan Kuwu Satu di Desa Pabean, Dari penggabungan ke tiga desa itu terbentuk desa yang baru dinamai Desa Purwawinangun. Purwa artinya awal dan winangun artinya membangun, jadi awal pembangunan dari masyarakat tiga desa dalam satu kesatuan. Benda peninggalan berbentuk bareng (kemuang) sebanyak dua buah sama besar terbuat dari besi dengan diameter kira-kira 20 cm, sebutannya Ki Geger dan Nyi Beser. Kedua barang tersebut disimpan di rumah kuwu yang baru.

Kacitran diambil dari nama seorang tokoh panutan masyarakat bernama Ki Citra, kemudian mengalami perubahan ucapan menjadi Kecitran. Kehidupan Ki Citra mengabdikan diri kepada Ki Ageng Mertsinga bernama P. Sukmajanegara. Karena ketulusan dalam pengabdiannya, maka Ki Ageng Mertasinga menganggap saudara sendiri kepada Ki Citra, sampai akhir hayatnya Ki Citra dimakamkan di Desa Mertasinga sekarang.

Sebelum mengabdikan diri kepada P. Sukmajanegara di Mertasinga, Ki Citra telah membangun Masjid dan Sumur Marikangen.

Disamping memberikan pendidikan Agama Islam kepada penduduk, membereikan pula keterampilan, diantaranya adalah pertukangan bangunan, mewarnai kain (celep) dengan menggunakan cara tradisional dan kesenian Terbang. Mewarnai dengan menggunakan cara tradisional yaitu menggunakan tumbahan daun ketapang muda, bila menghendaki warna merah, sedangkan bila mengiginkan warna hijau, kain itu direndam dalam lumpur, kemudian direndam pula pada larutan tumbuhan daun ketapang muda dicampur dengan tumbuhan daun ketapang kering.

Pabean aslal kata dari bea, semacam pungutan pajak bagi kapal yang berlabuh. Ketika itu telah banyak kapal dagang yang datang dari negeri lain seperti negeri Cina, Arab, Persia, India, Malaka, Tumasik, Madura, Makasar, dan Palembang. Ki Citra mempunyai saudara bernama Ki Bratayudha atau disebut pula Ki Jagayudha. Bratayudha berada di Blok Kecitaran Wetan.

Read more ...

syech magelung sakti dan nyimas gandasari

babad cirebon Syekh Magelung Sakti dan Nyi Mas Gandasari

Syekh Magelung Sakti alias Syarif Syam alias Pangeran Soka alias Pangeran Karangkendal. Konon Syekh Magelung Sakti berasal dari negeri Syam (Syria), hingga kemudian dikenal sebagai Syarif Syam. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa ia berasal dari negeri Yaman.

Syarif Syam memiliki rambut yang sangat panjang, rambutnya sendiri panjangnya hingga menyentuh tanah, oleh karenanya ia lebih sering mengikat rambutnya (gelung). Sehingga kemudian ia lebih dikenal sebagai Syekh Magelung (Syekh dengan rambut yang tergelung).

Mengapa ia memiliki rambut yang sangat panjang ialah karena rambutnya tidak bisa dipotong dengan apapun dan oleh siapapun. Karenanya, kemudian ia berkelana dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari siapa yang sanggup untuk memotong rambut panjangnya itu. Jika ia berhasil menemukannya, orang tersebut akan diangkat sebagai gurunya. Hingga akhirnya ia tiba di Tanah Jawa, tepatnya di Cirebon.

Pada sekitar abad XV di Karangkendal hidup seorang yang bernama Ki Tarsiman atau Ki Krayunan atau Ki Gede Karangkendal, bahkan disebut pula dengan julukan Buyut Selawe, karena mempunyai 25 anak dari istrinya bernama Nyi Sekar. Diduga, mereka itulah orang tua angkat Syarif Syam di Cirebon.

Konon, Syarif Syam datang di pantai utara Cirebon mencari seorang guru seperti yang pernah ditunjukkan dalam tabirnya, yaitu salah seorang waliyullah di Cirebon. Dan di sinilah ia bertemu dengan seorang tua yang sanggup dengan mudahnya memotong rambut panjangnya itu. Orang itu tak lain adalah Sunan Gunung Jati. Syarif Syam pun dengan gembira kemudian menjadi murid dari Sunan Gunung Jati, dan namanya pun berubah menjadi Pangeran Soka (asal kata suka). Tempat dimana rambut Syarif Syam berhasil dipotong kemudian diberinama Karanggetas.

Setelah berguru kepada Sunan Gunung Jati di Cirebon, Syarif Syam alias Syekh Magelung Sakti diberi tugas mengembangkan ajaran Islam di wilayah utara. Ia pun kemudian tinggal di Karangkendal, Kapetakan, sekitar 19 km sebelah utara Cirebon, hingga kemudian wafat dan dimakamkan di sana hingga kemudian ia lebih dikenal sebagai Pangeran Karangkendal.

Sesuai cerita yang berkembang di tengah masyarakat atau orang-orang tua tempo dulu, pada masa lalu Syekh Magelung Sakti menundukkan Ki Gede Tersana dari Kertasemaya, Indramayu, sehingga anak buah Ki Tarsana tersebut yang berupa makhluk halus pun turut takluk. Namun, makhluk gaib melalui Ki Tersana meminta syarat agar setiap tahunnya diberi makan berupa sesajen rujak wuni. Dari cerita inilah selanjutnya, tradisi menyerahkan sesajen daging mentah tersebut berlangsung setiap tahun di Karangkendal.

Sosok Syekh Magelung Sakti tidak dapat dilepaskan dari Nyi Mas Gandasari, yang kemudian menjadi istri beliau. Pertemuan keduanya terjadi saat Syekh Magelung Sakti yang di kenal juga sebagai Pangeran
Soka, ditugaskan untuk berkeliling ke arah barat Cirebon. Pada saat ia baru saja selesai mempelajari tasawuf dari Sunan Gunung Jati, dan mendengar berita tentang sayembara Nyi Mas Gandasari yang sedang mencari pasangan hidupnya.

Babad Cerbon juga tidak jelas menyebutkan siapakah yang dimaksud sebagai putri Mesir itu. Namun, menurut masyarakat di sekitar makam Nyi Mas Gandasari di Panguragan, dipercaya bahwa Nyi Mas Gandasari berasal dari Aceh, adik dari Tubagus Pasei atau Fatahillah, putri dari Mahdar Ibrahim bin Abdul Ghafur bin Barkah Zainal Alim. Ia diajak serta oleh Ki Ageng Selapandan sejak kecil dan diangkat sebagai anak, saat sepulangnya menunaikan ibadah haji ke Makkah.

Versi lain menyebutkan bahwa Nyi Mas Gandasari, yang sebenarnya adalah putri Sultan Hud dari Kesultanan Basem Paseh (berdarah Timur Tengah), merupakan salah satu murid di pesantren Islam putri yang didirikan oleh Ki Ageng Selapandan.

Konon, karena kecantikan dan kepandaiannya dalam ilmu bela diri, telah berhasil menipu pangeran dari Rajagaluh, sebuah negara bawahan dari kerajaan Hindu Galuh-Pajajaran (yang kemudian menjadi raja dan bernama Prabu Cakraningrat). Pada waktu itu, Cakraningrat tertarik untuk menjadikannya sebagai istri. Tak segan-segan ia pun diajaknya berkeliling ke seluruh pelosok isi kerajaan, bahkan sampai dengan ke tempat-tempat yang amat rahasia. Hal inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh Pangeran Cakrabuana, orang tua angkat Nyi Mas Gandasari untuk kemudian menyerang Rajagaluh.

Ki Ageng Selapandan yang juga adalah Ki Kuwu Cirebon waktu itu dikenal juga dengan sebutan Pangeran Cakrabuana (masih keturunan Prabu Siliwangi dari Kerajaan Hindu Pajajaran), berkeinginan agar anak angkatnya, Nyi Mas Gandasari, segera menikah. Setelah meminta nasihat Sunan Gunung Jati, gurunya, keinginan ayahnya tersebut disetujui Putri Selapandan dengan syarat calon suaminya harus pria yang memiliki ilmu lebih dari dirinya.

Meskipun telah banyak yang meminangnya, ia tidak bisa menerimanya begitu saja dengan berbagai macam alasan dan pertimbangan. Oleh karenanya kemudian ia pun mengadakan sayembara untuk maksud tersebut, sejumlah pangeran, pendekar, maupun rakyat biasa dipersilakan berupaya menjajal kemampuan kesaktian sang putri. Siapapun yang sanggup mengalahkannya dalam ilmu bela diri maka itulah jodohnya. Banyak diantaranya
pangeran dan ksatria yang mencoba mengikutinya tetapi tidak ada satu pun yang berhasil. Seperti Ki Pekik, Ki Gede Pekandangan, Ki Gede Kapringan serta pendatang dari negeri Cina, Ki Dampu Awang atau Kyai Jangkar berhasil dikalahkannya.

Hingga akhirnya Pangeran Soka memasuki arena sayembara. Meskipun keduanya tampak imbang, namun karena faktor kelelahan Nyi Mas Gandasari pun akhirnya menyerah dan kemudian berlindung di balik Sunan Gunung Jati.

Namun, Pangeran Soka terus menyerangnya dan mencoba menyerang Nyi Mas Gandasari dan hampir saja mengenai kepala Sunan Gunung Jati. Tetapi sebelum tangan Pangeran Soka menyentuh Sunan Gunung Jati, Pangeran
Soka menjadi lemas tak berdaya. Sunan Gunung Jati pun kemudian membantunya dan menyatakan bahwa tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah. Namun, kemudian keduanya dinikahkan oleh Sunan Gunung Jati.

Selain berjasa dalam syiar Islam di Cirebon dan sekitarnya, Syarif Sam dikenal sebagai
tokoh ulama yang mempunyai ilmu kanuragan tinggi pada zamannya. Ia membangun semacam pesanggrahan yang dijadikan sebagai tempat ia melakukan syiar Islam dan mempunyai banyak pengikut. Sampai dengan akhir hayatnya, Syekh Magelung Sakti dimakamkan di Karangkendal, dan sampai
sekarang tempat tersebut selalu diziarahi orang dari berbagai daerah.

PRAGAT
Read more ...

Perang kedongdong 1802-1818 perlawanan ki bagus rangin dan rakyat cirebon

Sebelum terjadinya perang Diponegoro yang berlangsung pada 1825 – 1830, sejarah mencatat perang terlama di Cirebon dengan tokoh pejuangnya bernama Ki Bagus Rangin. Perang tersebut dikenal masyarakat lokal dengan perang kedongdong  (1802-1818). Dengan tujuan yang sama dengan perang diponegoro yakni melawan penjajah.

Dikala itu, kesewenangan pemerintah kolonial Belanda yang menetapkan pajak bernilai tinggi kepada rakyat, kerja paksa, dan kondisi masyarakat yang miskin serta serba kesulitan. Melihat kondisi tersebut, Ki Bagus Rangin melakukan pemberontakan. Ia mengobarkan peperangan di wilayah Cirebon. Selain dukungan tenaga, ia pun memperoleh dukungan senjata dan logistik.

Dalam perang kedongdong tersebut, perlawanan rakyat dipimpin oleh Ki Bagus Rangin yang berlatar belakang dari lingkungan yang religius, belajar ilmu umum dan ilmu bela diri. Ayah Ki Bagus Rangin adalah kiai dan memiliki banyak murid. Selain dari kaum santri, pasukan Ki Bagus Rangin juga mendapat dukungan dari berbagai daerah seperti Sumedang, Cirebon, Majalengka, Indramayu, dan Kuningan hingga berjumlah 40.000 orang.

Pergolakkan perlawanan juga bertambah setelah pangeran Suryanegara, Putra Mahkota Kanoman IV memutuskan keluar dari keraton untuk bergabung bersama rakyat. Hal demikian membuat perlawanan rakyat semakin membara dan terjadi perang dimana-mana. Pihak Belanda semakin terdesak dan mengalami kerugian besar untuk mendanai perang.

Belanda meminta bantuan pasukan Portugis, namun hal itu tidak menciutkan perlawanan rakyat. Perang besar tersebut terjadi di desa Kedongdong Kecamatan Susukan, perbatasan Kabupaten Cirebon-Indramayu. Ribuan korban gugur dari kedua belah pihak, Belanda menyadari bahwa tidak bisa melawan rakyat dengan cara frontal, dengan siasat liciknya, sultan Kanoman di tangkap dan di tahan ke Ambon. Dengan tujuan agar semangat perlawanan rakyat menciut.

Namun, perlawanan rakyat semakin menjadi-jadi. Belanda semakin kewalahan karena setiap hari rakyat melakukan penyerangan dan pembakaran rumah-rumah dan bangunan yang menjadi simbol kekuasaan Belanda di Cirebon. Akhirnya, Sultan Kanoman di kembalikan meskipun dia tidak memiliki hak atas kesultanan di keraton Kanoman.

Ki Bagus Rangin tak habis akal, dia berfikir sasaran perjuangan harus diubah, karena kedudukan sultan sangat tergantung pada kebijakan pemerintah Belanda. Maka, dia beranggapan sebisa mungkin harus mendirikan negara sendiri dengan tujuan tidak akan ada kerja paksa dan pungutan paksa. Negara tersebut dinamai Pancatengah yang berpusat di Bantarjati, pinggir sungai Cimanuk.

Namun pada 1810 pihak kolonial mengirim pasukan untuk menumpaskan Ki Bagus Rangin dari bantarjati. Disitu terjadi perang dan lagi-lagi menewaskan banyak pasukan. Ki Bagus Rangin dan pasukannya terdesak dan terpaksa mundur.

Setahun kemudian, wilayah nusantara dikuasai oleh Raffles dari Inggris , Ki Bagus Rangin menganggap bahwa kekuasaan tersebut tidak jauh berbeda dengan penjajah sebelumnya. Maka ia pun tetap mengumpulkan kekuatan untuk meneruskan perjuangannya.

Kemudian pada 16-29 februari 1812 kembali terjadi perang di Bantarjati, Ki Bagus Rangin kembali mengalami kekalahan karena jumlah pasukan dan senjata yang tidak seimbang. Mereka terdesak mundur sampai di daerah Panongan. Disanalah Ki Bagus Rangin gugur pada 27 juni 1812. Namun perjuangan tersebut masih diteruskan oleh keponakan Bagus Rangin pada 1816, oleh bagus Serit dan Nairem  juga oleh para santri dan lain-lain.

Dikutip dari salah satu media, Diakui atau tidak dalam sejarah pergerakan bangsa Nairem dan kawan-kawannya merupakan suatu entitas yang berjuang untuk kemerdekaan. Dalam kelompok tertentu pemantiknya adalah kelompok santri, baik yang beraliran mistis, fundamentalis, atau pun abu-abu. Gerakan proses sosial waktu itu seringkali diperkuat perasaan keagamaan dan menjadi gerakan politik.

Meskipun perang kedongdong luput dari catatan sejarah Nasional, Pertempuran ini merugikan bagi pihak Belanda baik harta maupun nyawa, hal tersebut di tulis dengan gaya naratif-deskriptif oleh prajurit Belanda bernama Van Der Kamp.
( dari berbagai sumber )
( weru sing kiai jafar shodiq )
Read more ...

Peninggalan kerajaan singapura celancang




Sejarah Kerajaan Mertasinga, merupakan bagian dari rangkaian asal-usul Kesultanan Cirebon. Sisa peninggalan kerajaan, berupa Lawang Gede Si Blawong, yang sampai sekarang masih bisa di lihat di Desa Mertasinga, Kec. Gunungjati, Kab. Cirebon.
Lawang Gede merupakan bukti peninggalan sejarah berdirinya kerajaan Mertasinga di masa lalu. Konon, beberapa abdi dalem keraton Cirebon pada awal abad ke– 17, merasa tidak nyaman tinggal di dalam Istana, karena dominasi pemerintah Kolonial Belanda. Oleh karena itu, beberapa pangeran yang tidak mau bekerja sama dengan Belanda, termasuk di antaranya Pangeran Suryanegara lebih memilih meninggalkan keraton.
     Pangeran Suryanegara kemudian pergi ke arah utara dan tinggal secara berpindah-pindah. Di setiap daerah yang di singgahinya, Pangeran Suryanegara mengajarkan Agama Islam dan mengembangkan bidang pertanian. Menurutnya, kalau rakyat makmur Negara aman.
     Hidup Pangeran Suryanegara selalu di kejar-kejar pasukan Belanda dan Pasukan Keraton Cirebon yang sudah di pengaruhi Belanda. Di Desa Krangkeng yang letaknya sekarang di wilayah perbatasan Indramayu-Cirebon, Pangeran Suryanegara mendapat dukungan Nyi Lodaya yang di anggap masyarakat sebagai penguasa laut utara dan merajai bangsa Siluman.
     Tempat yang pernah di singgahi Pangeran Suryanegara antara lain Desa Bulak Kec. Jatibarang kab. Indramayu, Desa/kec. Jati Tujuh Kab. Majalengka, Desa Lemah Tamba Kec. Panguragan Kab. Cirebon, Pagertoya dan berakhir di Mertasinga.
Sewaktu singgah di desa Bulak, dia mendapati usaha pertaniaan di desa setempat kurang berhasil karena kekurangan air. Maka bersama warga setempat kemudian di buatlah sebuah penampungan air(DAM). Demikian juga ketika dia singgah di sebuah desa yang sekarang bernama Pagertoya.
     Pangeran Suryanegara merupakan penggerak pemberontakan rakyat terhadap kolonialisme Belanda yang memicu terjadinya perang Kedongdong(1753-1773). Perang Kedongdong sendiri, menurut Kartini, terjadi akibat pertentangan yang terjadi antar abdi dalam istana yang di adu-domba kolonialis. ”Kedongdong sendiri merupakan pengibaratan buah kedongdong yang bagus di luar tapi ruwed di dalamnya,” kata Kartini.
     Namun kebetulan salah satu basis pasukan Pangeran Suryanegara ada yang berada di desa Kedongdong Kec. Susukan dan kebetulan di sana pernah terjadi ledakan pemberontakan sehingga sebagian orang mengaitkan perang Kedongdong dengan desa Kedongdong Kec. Susukan. Pemberontakan kedua terjadi antara tahun 1818 hingga 1845, di pimpin Ki Bagus Serit.
     Mertasinga juga merupakan bekas pusat kerajaan Singapura yang pernah ada di Cirebon. Singapura bermakna kota berbagai bangsa. Hal tersebut dapat di lihat dari posisinya sebagai daerah yang wilayahnya berada di tepi pantai dan memiliki pelabuhan yang sangat ramai serta di singgahi kapal-kapal yang berlabuh di Muara Jati. Singapura terletak kira-kira 2 kilometer sebelah utara negeri Surantaka, Sebelah barat dengan negeri Wangiri, sebelah utara dengan negeri Japura dan sebelah timur dengan laut Jawa. Sedangkan pusat pemerintahannya berada di desa Mertasinga.
     Saat ini Lawang Gede, ramai di kunjungi para peziarah yang datang dari berbagai tempat di wilayah Cirebon. Bahkan tempat ini di jadikan sebagai tempat nyepi bagi mereka yang sedang mendapatkan kesusahan maupun mereka yang ingin meraih keinginan tertentu. Tempat ini di anggap keramat oleh sebagian masyarakat. Setiap tahun, tepatnya tanggal 1 Syuro, tempat ini ramai di kunjungi orang. Bahkan warga setempat menggelar peringatan 1 Syuro sebagai hari ulang tahun Cirebon secara meriah. Dalam kesempatan itu pula di bacakan sejarah Mertasinga.
( situs resmi ds.mertasinga )
( izin copas pa kuwu )
Read more ...
Designed By Published.. Blogger Templates